Saalah satu Waliyullah KH Muhammad Zaini yang dijuluki Abah Guru Sekumpul. Foto/IST
ULAMA yang satu ini sangat kharismatik dan dikagumi banyak orang. Ia adalah sosok Waliyullah asal Kalimantan yang menyatukan syari’at, tarekat dan hakikat dalam dirinya.
Meski memiliki karomah, ia selalu berpesan agar jangan tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Ketawadhuan dan kesederhanaannya telah membuatnya mencapai maqom yang tinggi.
Ia dikenal dengan julukan Abah Guru Sekumpul. Nama aslinya Muhammad Zaini Abdul Ghani atau Guru Ijai. Lahir 11 Februari 1942 (27 Muharram 1361 H) di Kampung Tunggul Irang Seberang, Martapura, Kalimantan Selatan. Ia wafat dalam usia 63 tahun di Martapura pada 10 Agustus 2005.
Beberapa nama atau julukan Muhammad Zaini yang populer di masyarakat adalah Qusyairi (nama kecil), Guru Sekumpul (sebutan yang paling populer), Guru Ijai (Guru Izai), Guru Ijai Sekumpul, Tuan Guru, Abah Guru, Kiyai Haji.
Masa kecil Guru Sekumpul memiliki keistimewaan yakni tak pernah mengalami “mimpi basah” (ihtilam).
Sejak kecil dididik orangtuanya Haji Abdul Ghani dan Hajjah Masliah binti Haji Mulya dan neneknya bernama Salbiyah. Mereka menanamkan akhlak, kedisiplinan dan pendidikan tauhid serta belajar membaca Al-Qur'an.
Pada usia tujuh tahun ia menimba ilmu di madrasah di Kampung Keraton, Martapura. Sejak usia 10 tahun telah dikaruniai kassyaf hissi, yakni mampu melihat dan mendengar apa-apa yang tersembunyi atau hal-hal ghaib. Pada usia 14 tahun ia dikaruniai futuh (pencerahan spiritual) saat membaca sebuah tafsir Qur’an.
Pada masa remajanya, Guru Sekumpul menghabiskan waktu menimba ilmu hingga ke Pesantren Datu Kalampian Bangil, Jawa Timur. Selain itu berguru kepada Syekh Falah di Bogor.
Ia juga mendalami syariat dan tarekat kepada Syekh Muhammad Yasin Padang di Mekah, Syekh Hasan Masysyath, Syekh Isma’il Yamani, Syekh Abdul Qadir al-Baar, Syekh Sayyid Muhammad Amin Kutby, Allamah Ali Junaidi (Berau) ibn Jamaluddin ibn Muhammad Arsyad.
Atas petunjuk Syekh Ali Junaidi, beliau kemudian belajar kepada Syekh Fadhil Muhammad (Guru Gadung). Kepada Guru Gadung ini Guru Ijai belajar tentang ajaran Nur Muhammad. Beliau juga mendapat ijazah Maulid Simthud Durar dari sahabat karibnya, Habib Anis ibn Alwi ibn Ali al-Habsyi dari Solo, Jawa Tengah.
Ia sempat mengajar di Pesantren Darussalam Martapura selama lima tahun. Kemudian membuka pengajian di rumahnya sendiri pada 1970-an, didampingi kyai terkenal yakni Guru Salman Bujang (Guru Salman Mulya). Pada 1988 pindah ke Kampung Sekumpul, membuka kompleks perumahan ar-Raudhah atau Dalam Regol.
Sejak itulah kewibawaan dan kharismanya memancar luas dan banyak tamu berdatangan, bahkan dari Malaysia, Singapura dan Brunei. Sebagian datang untuk berguru, sebagian mencari berkahnya, dan sebagian ingin berbaiat Tarekat Samaniyyah. Beberapa tokoh nasional juga pernah mengunjungi Guru Sekumpul di antaranya Amien Rais, Gus Dur, KH AA Gym dan tokoh lainnya.
Sejak kecil, Guru Sekumpul sudah memperlihatkan sifat mulia. Penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan ayahnya telah membuatnya berhati lembut, penyayang dan pemurah kepada semua orang.
Sebagai ulama, Abah Guru Sekumpul dikenal sebagai orang yang lembut, kasih sayang, sabar, dermawan dan tekun. Apapun yang terjadi terhadap dirinya, beliau tak pernah mengeluh. Bahkan pernah beliau dipukuli oleh orang-orang yang dengki kepadanya, namun beliau tidak mengeluh atau menaruh dendam sama sekali.
Beliau juga mengajarkan agar orang senantiasa mencintai dan hormat kepada ulama yang baik dan saleh. Tak heran apabila saat pengajian, tidak kurang dari 3.000 orang datang ke pengajiannya dan selalu diberi jamuan makan. Kedermawanan Guru Sekumpul ini tampak bukan hanya kepada lingkungan sekitar, tetapi juga ke setiap tempat yang disinggahinya.
Salah satu pesannya adalah “jangan bakhil” karena itu adalah sifat tercela. Salah satu keunikannya dalam berdakwah adalah perhatiannya kepada kesehatan umat. Pada waktu tertentu beliau mendatangkan dokter spesialis (jantung, ginjal, paru, mata, dan sebagainya) untuk memberikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai.
Beberapa kisah karomahnya di antaranya saat masih di Kampung Keraton, Guru Sekumpul biasanya duduk dengan beberapa orang sambil bercerita tentang orang-orang terdahulu untuk mengambil pelajaran dari kisah itu. Suatu saat beliau bercerita tentang buah rambutan, yang saat itu belum musimnya.
Tiba-tiba beliau mengacungkan tangannya ke belakang, seolah-olah mengambil sesuatu, dan mendadak di tangan beliau sudah memegang buah rambutan matang, yang kemudian beliau makan. Beliau juga bisa memperbanyak makanan setelah makan sepiring sampai habis, tiba-tiba makanan di piring itu penuh lagi, seakan-akan tak dimakan olehnya.
Kisah lain, suatu ketika terjadi musim kemarau panjang, dan sumur-sumur mengering. Masyarakat pun meminta Guru Ijai agar berdoa meminta hujan. Beliau lalu mendekati sebatang pohon pisang, menggoyang-goyangkan pohon itu dan tak lama kemudian hujan pun turun.
Beliau juga dikenal bisa menyembuhkan banyak orang dengan kekuatan spiritualnya. Kelebihan lain yang dimiliki Guru Sekumpul adalah hafal Al-Qur’an sejak berusia 7 tahun. Kemudian hafal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat (anugerah) berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Pada usia 9 tahun pas malam Jumat, Guru Sekumpul pernah bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit.
Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Dia pun terbangun. Pada malam Jum’at berikutnya, ia kembali bermimpi hal serupa.
Pada malam Jumat ketiga, ia kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini ia dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang Syekh. Ketika sudah masuk ia melihat masih banyak kursi yang kosong.
Saat Guru Sekumpul merantau ke Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi gurunya adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut.
Adapun sebagian karomah Abah Guru Sekumpul diambil dari Manakib Risalah Riwayat KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Albanjari yang disusun Guru H Muhammad Hudhari. Guru Hudhari menceritakan bahwa Abah Guru Sekumpul sewaktu kecil pernah bermimpi bertemu Sayidina Hasan dan Sayidina Husin, cucunya Rasulullah SAW yang keduanya membawakan pakaian jubah dan memasangkan kepadanya lengkap dengan surban.
Kemudian keduanya memberikan nama Zainal Abidin. Setelah bangun, beliau menceritakan mimpi itu kepada ayahnya. Kemudian ayahnya menganti nama beliau yang dulunya Qusyairi menjadi Muhammad Zaini.
Kisah lain, suatu hari Abah Guru Sekumpul berburu burung. Ketika sampai di Padang Karang ia mendengar suara dzikir “Laa ilaha illallah”. Spontan ia pun berjalan naik ke Kampung Karang Tengah mencari asal suara itu. Ternyata dzikir itu berasal dari makom tuan Guru Haji Abdullah Khotib. Beliau langsung berjiarah dan setiap tengah malam bulan terang Guru Sekumpul melakukan ziarah ke makam itu.
Di akhir hayat Guru Ijai –julukan lain Guru Sekumpul-- sebelum meninggal dunia, sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. Namun, pada Selasa malam beliau pulang dan tiba di Banjarmasin. Keesokannya, Rabu 10 Agustus 2005, pukul 5.10 waktu setempat, beliau berpulang ke Rahmat Allah.
Ribuan orang dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir dan mengiringi jenazah beliau hingga ke pemakaman. Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari
Semasa hidupnya, Guru Sekumpul pernah berpesan tentang karomah. Dia mengatakan, jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Sebab, karomah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karomah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karomah.
Adapun beberapa kitab yang pernah ditulisnya antara lain Risalah Mubarakah; Manaqib as-Syaikh as-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiri al-Hasani as-Saman al-Madani; Risalah Nuraniyah fi Syarhit Tawassualtis Sammaniyah; dan Nubdzatun fi Manaqib al-Imam al-Masyhur bil-Ustadz al-A’zham Muhammad bin Ali Ba’Alawy.
Guru Sekumpul dikaruniai dua putra dari istri keduanya, Hajjah Laila, yakni Muhammad Amin Badali al-Banjari dan Ahmad Hafi Badali al-Banjari.
Sumber:
[1] Wikipedia
[2] Aswajaonline
No comments:
Post a Comment