SANG PEMIMPIN PEMBERANI
Oleh: Mustofa Bisri
Untuk: Gus Dur
Seorang pemimpin pemberani
datang sendiri mengawal bukan dikawal umatnya
Ketika banyak pemimpin membela diri sendiri
Dengan berlindung pada laskar dan atasnama
Seorang pemimpin pemberani datang sendiri
Membela kaum lemah hanya dengan keyakinan dan doa
Dia tidak menggula di hadapan sesama
Karena dia tak menyukai kepalsuan
Dia tidak mencari muka di hadapan Tuhan
Karena dia tahu bahwa Tuhannya Maha Tahu segala
Dihina dan dilecehkan
pemimpin pemberani memaafkan
Tanpa sedikit pun kebencian
Karena di hatinya hanya ada cinta dan Tuhan.
2016
Lelaki Yang Tak Punya Mata
Oleh: Inayah Wahid
“Lelaki Yang Tak Punya Mata”
Seseorang pernah berteriak-teriak
menghujat seseorang lelaki yang dimakinya tak punya mata
Ah, Aku ingat, lelaki yang dimakinya tak punya mata itu
Dahulu aku sering menggenggam tangannya
Aku ingat, matanya memang terpejam
Tapi nyata: ia melihat lebih banyak dari kami semua
Memandang lebih dalam dari kami yang matanya membelakak
Dan menyaksikan lebih jauh dari mata kami yang terbuka lebar
Lelaki itu... adalah samudera kehangatan
Dimana setiap orang bebas berenang, berselancar ataupun menyelam
Tanpa takut ditanya: “agamamu apa?”
Aku ingat, mata lelaki itu,
Ialah mata air,
Yang darinya keluar cinta kasih melimpah-ruah
Meluber hingga ke samudera
Tak habis-habisnya disesap manusia
Mata lelaki itu adalah pelukan hangat untuk siapa saja
Terutama yang membawa luka
Dan disanalah kami semua menemukan rumah
Tempat luka-luka dibasuh oleh air matanya
Mata lelaki itu, adalah jendela
Siapa saja bisa memanjat, untuk kemudian masuk ke dalam kepalanya
Menjelajah tanpa batas
Dan berakhir di hatinya yang lapang
Mata lelaki itu, adalah tunas kebaikan
Yang tak pernah berhenti tumbuh meski selalu dibagikan ke semua orang
Karena ia percaya: kebaikan untuk semua,
Bukan hanya golonganku saja
Dan dari tetes air mata kerinduan seluruh manusia yang mencintainya
Kami membangun jembatan, antara kami dan Si Lelaki yang katanya tak bermata itu
Melalui jembatan itu kami berjalan menuju samudera matanya
Menjauh, menjauh, dan masih jauh dari teriakan-teriakan lelaki pendengki yang tak punya hati
2017
Durrahman
Oleh: Joko Pinurbo
Mengenakan kemeja dan celana pendek putih,
Durrahman berdiri sendirian di beranda istana.
Dua ekor burung gereja hinggap di atas bahunya,
bercericit dan menari riang.
Senja melangkah tegap, memberinya salam hormat,
kemudian berderap ke dalam matanya yang hangat dan terang.
Di depan mikrofon Durrahman mengucapkan pidato singkatnya:
“Hai umatku tercinta, dalam diriku ada seorang presiden
yang telah kuperintahkan untuk turun tahta
sebab tubuhku terlalu lapang baginya.
Hal-hal yang menyangkut pemberhentiannya
akan kubereskan sekarang juga.”
Dua ekor burung gereja menjerit nyaring di atas bahunya.
Durrahman berjalan mundur ke dalam istana.
Dikecupnya telapak tangan, lalu dilambai-lambaikannya
ke arah ribuan orang yang mengelu-elukannya dari seberang
Selamat jalan, Gus. Selamat jalan, Dur.
Dalam dirimu ada seorang pujangga yang tak binasa.
Hatimu suaka bagi segala umat yang ingin membangun kembali
puing-puing cinta, ibukota bagi kaum yang teraniaya.
Ketika kami semua ingin jadi presiden,
baju presidenmu sudah lebih dulu kau tanggalkan.
(2010)
Tulisan ini diambil sepenuhnya dari buku Tapak Jejak Gus Dur.
Selamat Ulang Tahun ke 71, Gus
Oleh WS. Budi S.T.
Ketika orang-orang diam saja,
Engkau sudah berbicara,
Kala orang mulai berwacana,
Dikau telah berbuat nyata,
Dan saat orang ikut-ikutan,
Sampeyan berani pasang badan.
Hati nurani sampeyan begitu peka,
Pada setiap bentuk ketidakadilan,
Secara spontan sampeyan membela,
Dengan ikhlas penuh ketulusan.
Gus,
Andai sampeyan masih di Ciganjur,
Usia sampeyan tepat tujuh satu,
Kita bisa makan bareng tumpengan,
Dan Bu Sinta cium pipi kiri dan kanan.
Namun kini sampeyan sudah pindah,
Ke rumah asri Gusti Allah,
Apakah disana ulang tahun dirayakan?
Dan handai-taulan ramai berdatangan?
Gus,
Sedang apa sampeyan sekarang?
Duduk santai sambil sarungan?
Atau asyik berbincang-bincang?
Dengan proklamator dan para pahlawan?
Gus,
Tolong diskusikan masa depan negeri ini,
Dengan seluruh pahlawan negeri.
Sampaikan resep yang mujarab,
Agar para elitenya sadar bertobat,
Rakyatnya sehat berjiwa kuat,
Rohaniwannya ikhlas bermartabat.
Gus,
Sampaikan permohonan kepada Gusti,
Semoga anak-anak negeri ini,
Hidup lurus berbudi pekerti,
Bekerja keras setulus hati,
Rajin jujur dan mawas diri,
Giat belajar berjiwa besar,
Rukun harmonis penuh empati,
Tahu malu anti korupsi.
Semoga Kebajikan Tuhan merakhmati,
Shanzai,
Amen,
Sadhu-Sadhu-Sadhu,
Omitofo,
Rahayu-Rahayu-Rahayu,
Amiin, Amiin, ya Rabbal 'Aalamiin.
Gus: Gus Dur
Oleh: Rama Prabu
Keluasan sorga itu telah menunggumu gus
Berkat tapak jejak tebaran hikmah
Jadi selimut kabut meruah tangga
Menghantar ke istana kebesaran Tuhan
Teriring alfatihah yang menjadi madah
Gus, ajaran hidupmu kan tetap purnama
Lestari menembus lubuk-lubuk jauh
Menjadi benih di pusaran buih
Lahirkan generasi pantang menyerah
Di lapak-lapak bangsa yang sedang mengarah panah
Ke jantung-jantung gairah
Demokrasi, seperti yang kau titah
Gus, ketika kau tiba di sisi altar Tuhan
Sampaikan permohonan kita
Sebagai anak-anak bangsa
Katakan: “cinta akan kemanusiaan jangan cepat di tarik ke aras langit!
Hingga kita segera menjelma ternak-ternak tanpa nilai
Kembali ke abad kelam
Tenggelam ke pusar bumi, kembali
Gus, mungkin hanya doa iringkan tatap sebagai penghantar
Kau kembali ke haribaan
Menyempurna perjalanan
Karena mula asal berada di genggaman Tuhan!
Bandung, 31 Desember 2009
Ode Buat Gus Dur
Oleh : D. Zawawi Imron
I
Aku tak tahu, kata apa yang pantas kami ucapkan
untuk melepaskan, setelah engkau bulat
menjadi arwah
Setiap daun kering pasti terlepas dari tangkai
bersama takdir Tuhan
Untuk itu kami resapi Al-Ghazali
bahwa tak ada yang lebih baik
daripada yang telah ditakdirkan Allah
Karena itu kami rela
mesti tak sepenuhnya mengerti
karena yang terindah adalah rahasia
II
Bendera dinaikkan setengah tiang
Tapi angin seakan enggan menyentuhnya
apalagi mengibarkannya
Biarkan bendera itu merenung
menafakkuri kehilangan ini
yang bukan sekadar kepergian
Bendera itu diam-diam meneteskan juga
air mata, yang didahului tetesan embun di ujung daunan
Semua membisikkan doa
seperti yang kucapkan setelah kau dikuburkan
Bendera itu seperti tak punya alasan
untuk berkibar, seperti kami yang tak punya alasan
untuk meragukan cintamu
kepada buruh pencangkul yang tak punya tanah
atau kepada nelayan yang tidak kebagian ikan
Cintamu akan terus merayap
ke seluruh penjuru angin
dan tak mengenal kata selesai
III
Di antara kami ada yang mengenalmu
sebagai pemain akrobat yang piawai
sehingga kami kadang bersedih
dan yang lain tersenyum
Yang kadang terluput kulihat
adalah kelebat mutiara
yang membias sangat sebentar
Hanya gerimis dan sesekali hujan
yang menangisi momentum-momentum yang hilang
padahal kami tahu
momentum tak kan kembali
dan tidak akan pernah kembali
IV
Matahari besok akan terbit
mengembangkan senyummu
lalu dilanjutkan
oleh bibir bayi-bayi yang baru lahir
Merekalah nanti yang akan bangkit
membetulkan arah sejarah
V
Selamat jalan, Gus Dur!
Selamat berjumpa dengan orang-orang suci
Selamat berkumpul dengan para pahlawan
Karena engkau sendiri
memang pahlawan
2010
Secarik Puisi untuk Gus Dur
Oleh: Petrus Rampisela
Gus Dur,
Mata itu, tertutup rapat, Buta, tapi dapat melihat Yang Tidak Terlihat,
Kaki itu, terkulai, Lumpuh, tapi dapat berjalan Ke Tempat Yang Tidak Terjalani,
Lidah itu, Kelu , tapi dapat Menyentuh Hati Yang Tidak Tersentuh,
Wajah itu, Biasa saja, tapi Dicintai oleh 250 juta Hati.
Gus Dur, Gus Dur,
Alangkah beruntungnya Matamu Memiliki BUTA-MU,
Alangkah beruntungnya Kakimu Memiliki LUMPUH-MU,
Alangkah beruntungnya Ragamu Memiliki JIWA-MU,
Dan Alangkah Beruntungnya BANGSAMU memiliki GUSDUR-MU.
Besok GUS DUR,
Waktu tahun baru datang dan pagi berkuasa,
Kau tidak lagi bersama kami GUS,
Tetes embun yang dingin itu,
Hanya mengingatkan kami akan jasadmu yang mendingin.
Tapi,
Napasmu akan terus kami hirup bersama Angin Barat,
Pemikiranmu akan terus menderu seperti Laut Selatan, dan
Rohmu akan terus menaungi Indonesia,
Sampai GARUDA terbang ke Langit Ketujuh.
GUS DUR, Terima KASIH, …..Ijinkan saya MELAHAP DUKA ku….!!!
2009
Bapak
Oleh: Inayah Wahid
Bapak…..
Boleh aku minta tolong diajari
Bantu aku memahami
Karena bapak kan katanya
Presiden paling pandai seantero negeri, intelektualitasnya sudah diakui
Mbok ya, anakmu ini diajari
Memahami semua ironi ini
Pak…
Kenapa dulu mereka selalu menghina
Presiden kok buta
Padahal kenyataannya, bapak loh yang sebenarnya mengajari kita,
untuk melihat manusia seutuhnya
Tanpa embel2 jabatan atau harta, suku atau agama
Tak peduli bagaimana rupanya
Pak….
Kenapa dulu mereka melecehkan
Mengatakan presiden kok tidak bisa jalan sendirian
—
Rakyat Indonesia menuju demokrasi dan keadilan yang sesungguhnya
Pak….
Bisa tolong jelaskan
Kenapa orang-orang yang dulu bapak besarkan, malah akhirnya menjatuhkan
Menggigit tangan orang yang memberi mereka makan
Apa mereka telah lupa dengan yang bapak ajarkan, bahwa hidup adalah pengabdian
Yang tidak boleh meminta harta atau jabatan
Pak…
Tolong beri kami jawaban
Lewat mimpi atau pertanda
Lewat simbol juga akan aku terima
Pak…
Tolong pak, tolong aku diajari!
"Jakarta 12 Februari 2010"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment